Ibukota – Dalam dunia bola basket, terdapat satu momen yang tersebut kerap memicu ledakan emosi penonton, baik dalam arena pertandingan maupun di tempat layar kaca, momen itu adalah buzzer beater. Istilah ini merujuk pada tembakan terakhir yang digunakan dilepaskan tepat sebelum waktu pertandingan habis, kemudian bola berhasil masuk ke di ring, rutin kali momen ini menentukan kemenangan regu pada satu pertandingan.
Secara harfiah, buzzer beater berarti “pemukul bel”—menggambarkan tembakan yang digunakan dilepaskan sesaat sebelum bel penanda akhir pertandingan berbunyi. Dalam konteks pertandingan yang dimaksud ketat, tembakan ini dapat menjadi penentu kemenangan, menjadikannya salah satu momen paling dramatis pada olahraga bola basket.
Mengapa buzzer beater begitu istimewa?
Basket adalah olahraga yang dimaksud cepat juga penuh dinamika. Namun, buzzer beater menyebabkan ketegangan ke tingkat yang digunakan lebih tinggi tinggi. Bayangkan detik terakhir di sebuah pertandingan, skor imbang atau selisih satu poin, lalu orang pemain melegakan tembakan terakhir. Suara bel berbunyi, bola melayang, juga masuk. Reaksi penonton dapat berbentuk sorak-sorai kemenangan atau keheningan yang tersebut mendalam. Itulah daya tarik dari sebuah buzzer beater—campuran antara ketidakpastian, harapan, dan juga momen keajaiban.
Syarat sebuah tembakan dinyatakan buzzer beater
Agar sebuah tembakan dikategorikan sebagai buzzer beater yang dimaksud sah, bola harus sudah ada terlepas dari tangan pemain sebelum waktu di dalam papan skor habis. Di level profesional seperti NBA atau NCAA, penyelenggaraan tayangan ulang (instant replay) menjadi hal yang dimaksud umum untuk memverifikasi apakah tembakan diadakan tepat waktu. Sering kali wasit akan meninjau ulang rekaman video secara cermat, hingga ke frame per frame, untuk melakukan konfirmasi keabsahan tembakan.
Jenis-jenis buzzer beater
1. Tembakan dua poin
Biasanya diadakan dari jarak menengah atau dekat dengan ring, seperti tembakan floater atau jump shot. Contoh paling legendaris adalah tembakan Michael Jordan pada waktu melawan Cleveland Cavaliers pada tahun 1989, yang dimaksud dikenal sebagai “The Shot.”
2. Tembakan tiga poin
Digunakan ketika regu tertinggal tiga angka. Berisiko tinggi, namun jikalau berhasil, akan mengakibatkan kemenangan dramatis. Damian Lillard dari Portland Trail Blazers pernah melakukannya pada 2019 pada waktu melawan Oklahoma City Thunder—tembakan dari hampir 12 meter yang dimaksud mengakhiri seri playoff dan membuatnya melambaikan tangan "selamat tinggal" ke lawan.
3. Tembakan setengah atau satu lapangan
Jarang terjadi, namun ketika berhasil, biasanya segera menjadi sorotan media. Tembakan ini biasanya dilepaskan dalam akhir kuarter atau babak, lalu kerap kali berujung pada video viral.
Untuk dapat mencetak buzzer beater, seseorang pemain memerlukan kombinasi dari keterampilan fisik, teknik menembak yang tersebut baik, kemudian ketangguhan mental. Kecepatan, kelincahan, juga kekuatan menjadi modal utama agar pemain dapat menciptakan ruang untuk melegakan tembakan. Akurasi kemudian jangkauan tembakan pun sangat penting.
Tak kalah penting, pemain harus mampu menjaga fokus juga ketenangan pada tekanan tinggi. Mentalitas inilah yang tersebut menghasilkan pemain seperti Damian Lillard dikenal dengan sebutan “clutch” dikarenakan kemampuannya mengeksekusi tembakan krusial di tempat saat-saat genting.
Buzzer beater bukan sekadar tembakan terakhir, tetapi simbol dari keberanian, ketepatan, serta keajaiban pada bola basket. Momen ini tak hanya sekali mengubah jalannya pertandingan, tetapi juga mengukir sejarah di dunia olahraga. Dari Jordan hingga Lillard, tembakan-tembakan yang dimaksud akan setiap saat dikenang oleh penggemar pada seluruh dunia.
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk Kecerdasan Buatan di area situs web ini tanpa izin ditulis dari Kantor Berita ANTARA.