3 Aug 2025, Sun

Macanbolanews

Ibukota Indonesia – Belakangan ini, perlombaan perahu tradisional Pacu Jalur kembali jadi sorotan publik. Melalui media sosial, beredar rekaman para pendayung cilik yang dimaksud kompak memutar tangan serta mengayunkan tubuh demi menjaga keseimbangan jalur pada waktu melaju kencang pada aliran Sungai Kuantan, Riau.

Aksi merek tak belaka memikat perhatian penduduk Indonesia, tetapi juga menarik minat kreator konten di negara lain yang digunakan mengambil bagian menirukan pergerakan khas tersebut. Tak heran jikalau tradisi lokal ini saat ini menjadi perbincangan hangat di tempat berbagai media digital.

Tradisi Pacu Jalur menyimpan makna filosofis yang dimaksud di bagi penduduk Kuantan Singingi, Riau. Lebih dari sekadar perlombaan perahu panjang.

Pacu Jalur adalah cerminan nilai-nilai kebersamaan, semangat juang, kemudian penghormatan terhadap alam yang tersebut sudah menghidupi merekan sejak beratus-ratus tahun silam.

Namun, apa sebenarnya makna yang tersirat dari setiap pergerakan kemudian tradisi Pacu Jalur ini? Simak penjelasannya yang dimaksud telah lama dihimpun dari situs resmi kemenpar.go.id.

Makna dan juga filosofi pergerakan tradisi Pacu Jalur dengan syarat Kuantan Singingi Riau

Sesungguhnya, tradisi Pacu Jalur bukanlah sekadar event perlombaan perahu panjang yang digunakan penuh semangat. Di baliknya, tersimpan nilai-nilai luhur kemudian filosofi mendalam yang digunakan sudah pernah diwariskan dari generasi ke generasi.

Bahkan di proses pembuatan jalur sebutan untuk perahu panjang khas Kuantan terdapat ritual khusus yang mana harus dijalani. Sebelum menebang pohon besar sebagai substansi baku jalur, warga terlebih dahulu melakukan upacara adat untuk memohon izin dan juga menghormati alam, khususnya hutan tempat kayu diambil.

Sebuah jalur biasanya diawaki oleh 50 hingga 60 orang yang tersebut masing-masing punya peran penting. Ada Tukang Concang yang digunakan bertindak sebagai pemimpin pasukan dan juga pengatur aba-aba, Tukang Pinggang sebagai juru mudi, Tukang Onjai yang digunakan menjaga ritme kayuhan dengan menggoyangkan badan, hingga Anak Coki atau Tukang Tari yang berada paling depan.

Yang menarik, sikap Anak Coki ini umumnya diisi oleh anak-anak. Alasannya cukup simpel namun penting, yakni akibat bobot tubuh dia tambahan ringan, perahu mampu melaju tambahan cepat dan juga stabil. Inisiatif tari yang dimaksud merekan tampilkan tidak semata-mata sekadar hiburan, tetapi juga sarat makna.

Ketika jalur dia mengatur lomba, Anak Coki akan menari penuh semangat. Begitu menyentuh garis akhir, merek segera sujud syukur di area ujung perahu sebagai wujud terima kasih terhadap Sang Pencipta.

Setiap pergerakan Anak Coki miliki filosofi tersendiri. Misalnya, lambaian tangan ke arah sungai merupakan wujud penghormatan terhadap Batang Kuantan, sungai yang digunakan menjadi sumber kehidupan.

Langkah kaki kecil yang mana lincah menggambarkan ketangkasan juga harmoni di hidup publik pesisir. Sedangkan aksi tangan terbuka ke menghadapi melambangkan rasa syukur berhadapan dengan keselamatan serta berkah panen yang digunakan melimpah. Tari-tarian ini biasanya diiringi dengan musik tradisional seperti dentuman gendang, alunan gong, dan juga serunai yang tersebut menghidupkan suasana.

Irama-instrumen yang dimaksud tak sekadar mengiringi, tetapi juga menggambarkan semangat perjuangan lalu kebersamaan yang tersebut menjadi napas utama Pacu Jalur.

Belakangan, aksi lincah para penari cilik di dalam berhadapan dengan jalur kembali ramai di dalam media sosial. Salah satunya lewat tren “Aura Farming”, yang tersebut menampilkan semangat percaya diri sang penari dengan pergerakan khasnya memikat jutaan penonton dari berbagai belahan dunia.

Dengan segala keunikan juga kekayaan maknanya, tak heran jikalau Festival Pacu Jalur selalu dinanti banyak orang, baik warga lokal maupun wisatawan.

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk Teknologi AI pada situs web ini tanpa izin tercatat dari Kantor Berita ANTARA.

By Adm1n